Syarizal Fadillah bocah sebelas tahun yang berjualan sandwich dan
jajanan lainnya untuk membantu orangtuanya selalu menyisihkan hasil
jualannya untuk menabung dan infak. Hal tersebut diajarkan ayahnya,
Johansyah supaya Rizal bisa mengatur keuangannya sendiri.
Setiap hari Rizal membawa uang Rp 170 ribu hingga Rp 200 ribu dari hasil berjualan keliling. Uang tersebut kemudian diberikan kepada Ibunya, Sri untuk disimpan.
Tabungannya itu digunakannya untuk keperluannya sendiri. Salah satu hasil tabungannya itu adalah sepeda seharga Rp 700 ribu yang kini digunakannya untuk jualan
"Kalau sekarang saya menabung untuk beli tas sama Alquran. Soalnya bulan kemarin Alquran dan tas saya dicuri orang di masjid. Mau nabung juga untuk ke Jakarta ikut ujian hafiz di GBK (Gelora Bung Karno)," terangnya.
Tidak hanya uang hasil jualan yang disisihkannya, tapi juga uang jajannya. Dia hampir tidak pernah menggunakan uang jajannya.
"Nggak suka jajan. Kan sudah sarapan di rumah, bawa air minum. Makan siang di rumah. Uang jajannya juga ditabung," tandasnya.
Meski masih kecil, namun Rizal tidak malu berjualan. Bahkan beberapa gurunya justru kerap memesan sandwich atau roti bakar padanya."Kalau teman ada yang jahil, tapi nggak papa, jualan kan halal," tegasnya.
"Sandwich.... Sandwich....Sandwich.... Sandwich," suara lengkingan yang khas selalu terdengar tiap sore sekitar pukul 15.00 di daerah Minomartani Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.Warga sekitar sudah hafal bahwa itu adalah suara bocah pengendara sepeda penjual kue dan jus yang tengah berkeliling. Zyah Rizal Fadila, bocah itu, membawa sandwich, pizza, roti bakar, dan jus di atas sepedanya. Usianya 11 tahun, kelas VI SD.
Sebuah boks plastik di boncengan belakang sepedanya berisi aneka jus. Sementara itu, keranjang merah bertutup plastik yang ia ikat di setang berisi aneka kue.
Jangan pernah mengasihaninya dengan memberi uang lebih. Ia pasti menolak.
"Saya tolak. Saya tidak ingin dikasihani karena kondisi ini. Bapak mengajarkan saya lebih baik menutup tangan daripada membuka tangan," ujar Rizal yang punya cita-cita ingin jadi tentara, mengikuti jejak kakeknya.
Bapaknya adalah penjaja gas melon 3 kg dan air mineral. Ibunya berjualan kue. Rizal mengikuti jejak ibunya berjualan kue keliling.
Rizal sudah berdagang keliling kampung sejak kelas II SD. Iangotot meminta ibunya mengizinkan dia berdagang keliling.
"Saya bilang ke ibu mau bantu jualan setelah pulang sekolah. Kata ibu enggak usah, tetapi saya ngotot ingin jualan," tutur Rizal.
Hati ibunya luluh oleh keinginan keras Rizal. Ibunya memberi syarat, Rizal boleh jualan, tetapi nilai pelajaran di sekolah tidak boleh turun.
Syarat itu ia sanggupi. Sepulang sekolah sekitar pukul 14.00, Rizal mulai keluar rumah menjajakan kue. Ia baru kembali sekitar pukul 18.00.
"Ya jauh, Mas (kelilingnya), tetapi enggak capek. Niatnya kan jualan untuk bantu orangtua," ujarnya.
Rizal mengaku, pada masa-masa awal, ia sering diejek teman-temannya. Ia tak menghiraukan hal itu. Beberapa gurunya malah kini menjadi pelanggannya.
"Diejek sama teman-teman, tetapi biarkan saja. Kan usaha jualan ini halal," kata dia.
Infak
Rizal mengaku dalam sehari ia bisa membawa pulang uang Rp 170.000 hingga Rp 200.000. Ia berikan semua kepada ibunya. Setelah dihitung, selisih hasil jualan ia tabung.
"Sisanya saya tabung, Mas. Kalau suatu saat butuh kan bisa buka tabungan," ujarnya.
Dari hasil tabungannya itulah, Rizal mampu membeli sepeda BMX bekas seharga Rp 700.000 yang saat ini dipakai untuk berangkat sekolah dan jualan.
Belum lama ini, Rizal juga menyisihkan uangnya untuk membelikan kue ulang tahun untuk adiknya.
"Saya juga menyisihkan untuk uang infak," ucapnya.
Tidak besar jumlahnya. Namun, menurut Rizal, bapaknya mengajarkan, seberapa pun nilainya, biasakanlah selalu menyisihkan sebagian rezeki hasil jualan untuk orang lain. Kompas.com
Setiap hari Rizal membawa uang Rp 170 ribu hingga Rp 200 ribu dari hasil berjualan keliling. Uang tersebut kemudian diberikan kepada Ibunya, Sri untuk disimpan.
Tabungannya itu digunakannya untuk keperluannya sendiri. Salah satu hasil tabungannya itu adalah sepeda seharga Rp 700 ribu yang kini digunakannya untuk jualan
"Kalau sekarang saya menabung untuk beli tas sama Alquran. Soalnya bulan kemarin Alquran dan tas saya dicuri orang di masjid. Mau nabung juga untuk ke Jakarta ikut ujian hafiz di GBK (Gelora Bung Karno)," terangnya.
Tidak hanya uang hasil jualan yang disisihkannya, tapi juga uang jajannya. Dia hampir tidak pernah menggunakan uang jajannya.
"Nggak suka jajan. Kan sudah sarapan di rumah, bawa air minum. Makan siang di rumah. Uang jajannya juga ditabung," tandasnya.
Meski masih kecil, namun Rizal tidak malu berjualan. Bahkan beberapa gurunya justru kerap memesan sandwich atau roti bakar padanya."Kalau teman ada yang jahil, tapi nggak papa, jualan kan halal," tegasnya.
"Sandwich.... Sandwich....Sandwich.... Sandwich," suara lengkingan yang khas selalu terdengar tiap sore sekitar pukul 15.00 di daerah Minomartani Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.Warga sekitar sudah hafal bahwa itu adalah suara bocah pengendara sepeda penjual kue dan jus yang tengah berkeliling. Zyah Rizal Fadila, bocah itu, membawa sandwich, pizza, roti bakar, dan jus di atas sepedanya. Usianya 11 tahun, kelas VI SD.
Sebuah boks plastik di boncengan belakang sepedanya berisi aneka jus. Sementara itu, keranjang merah bertutup plastik yang ia ikat di setang berisi aneka kue.
Jangan pernah mengasihaninya dengan memberi uang lebih. Ia pasti menolak.
"Saya tolak. Saya tidak ingin dikasihani karena kondisi ini. Bapak mengajarkan saya lebih baik menutup tangan daripada membuka tangan," ujar Rizal yang punya cita-cita ingin jadi tentara, mengikuti jejak kakeknya.
Bapaknya adalah penjaja gas melon 3 kg dan air mineral. Ibunya berjualan kue. Rizal mengikuti jejak ibunya berjualan kue keliling.
Rizal sudah berdagang keliling kampung sejak kelas II SD. Iangotot meminta ibunya mengizinkan dia berdagang keliling.
"Saya bilang ke ibu mau bantu jualan setelah pulang sekolah. Kata ibu enggak usah, tetapi saya ngotot ingin jualan," tutur Rizal.
Hati ibunya luluh oleh keinginan keras Rizal. Ibunya memberi syarat, Rizal boleh jualan, tetapi nilai pelajaran di sekolah tidak boleh turun.
Syarat itu ia sanggupi. Sepulang sekolah sekitar pukul 14.00, Rizal mulai keluar rumah menjajakan kue. Ia baru kembali sekitar pukul 18.00.
"Ya jauh, Mas (kelilingnya), tetapi enggak capek. Niatnya kan jualan untuk bantu orangtua," ujarnya.
Rizal mengaku, pada masa-masa awal, ia sering diejek teman-temannya. Ia tak menghiraukan hal itu. Beberapa gurunya malah kini menjadi pelanggannya.
"Diejek sama teman-teman, tetapi biarkan saja. Kan usaha jualan ini halal," kata dia.
Infak
Rizal mengaku dalam sehari ia bisa membawa pulang uang Rp 170.000 hingga Rp 200.000. Ia berikan semua kepada ibunya. Setelah dihitung, selisih hasil jualan ia tabung.
"Sisanya saya tabung, Mas. Kalau suatu saat butuh kan bisa buka tabungan," ujarnya.
Dari hasil tabungannya itulah, Rizal mampu membeli sepeda BMX bekas seharga Rp 700.000 yang saat ini dipakai untuk berangkat sekolah dan jualan.
Belum lama ini, Rizal juga menyisihkan uangnya untuk membelikan kue ulang tahun untuk adiknya.
"Saya juga menyisihkan untuk uang infak," ucapnya.
Tidak besar jumlahnya. Namun, menurut Rizal, bapaknya mengajarkan, seberapa pun nilainya, biasakanlah selalu menyisihkan sebagian rezeki hasil jualan untuk orang lain. Kompas.com
0 Response to "Jangan Pernah Beri Uang Lebih kepada Bocah Penjual Kue Keliling Ini "
Post a Comment